
Anggah-Ungguhin Basa Bali adalah sistem tingkat kesopanan dalam bahasa Bali yang digunakan untuk menyesuaikan cara berbahasa dengan status sosial lawan bicara, situasi, dan konteks pembicaraan. Sistem ini merefleksikan nilai-nilai kesantunan, penghormatan, serta struktur sosial yang ada dalam masyarakat Bali. Dalam bahasa Indonesia, istilah ini kurang lebih berarti “tingkatan tutur dalam bahasa Bali.”
Latar Belakang
Bahasa Bali merupakan bahasa daerah yang memiliki kekayaan kosakata sangat tinggi karena mengenal sistem tingkatan. Berbeda dengan banyak bahasa lain, bahasa Bali membedakan kata-kata (kruna) yang digunakan untuk menyapa, menyebut, atau membicarakan seseorang berdasarkan hubungan sosial. Hal ini membuat penuturan bahasa Bali tidak hanya berorientasi pada komunikasi, tetapi juga pada etika dan adat istiadat.
Sistem anggah-ungguh ini diperkenalkan secara sistematis dalam dunia pendidikan, terutama melalui pelajaran Bahasa Bali di tingkat SD, SMP, dan SMA. Tujuan utamanya adalah melestarikan budaya bahasa Bali yang halus, santun, dan menghormati nilai-nilai luhur.
Fungsi dan Tujuan
Fungsi utama anggah-ungguh dalam bahasa Bali adalah:
- Menunjukkan rasa hormat terhadap orang lain.
- Menjaga kesopanan dan etika dalam komunikasi.
- Menyesuaikan bahasa dengan tingkatan sosial, usia, atau status lawan bicara.
- Menjaga keselarasan budaya dan nilai-nilai adat Bali.
Jenis Tingkatan Bahasa (Kruna Alus)
Dalam penggunaan sehari-hari, kruna atau kosa kata dalam bahasa Bali dibedakan menjadi beberapa tingkatan sebagai berikut:
1. Basa Alus Singgih (Asi)
Tingkatan paling tinggi, digunakan untuk menyapa atau berbicara dengan orang yang sangat dihormati, seperti pendeta, raja, atau tokoh agama.
Contoh:
- Ida sane rauh ring grya (Beliau yang datang ke rumah)
2. Basa Alus Sor (Aso)
Bahasa halus tetapi digunakan untuk merujuk kepada diri sendiri saat berbicara dengan orang yang dihormati. Bentuk ini menunjukkan kerendahan hati.
Contoh:
- Raris tyang ngidang dados sareng (Nanti saya bisa ikut bersama)
3. Basa Alus Madia (Ama)
Digunakan dalam suasana formal tetapi tidak seformal singgih. Biasanya untuk berbicara dengan orang yang tidak terlalu jauh status sosialnya.
4. Basa Alus Mider (Ami)
Digunakan untuk berbicara dengan orang sebaya dalam suasana sopan atau kepada yang sedikit lebih tua. Ini adalah bentuk basa alus yang paling netral.
Contoh:
- Nyen rauh dini? (Siapa yang datang ke sini?)
5. Basa Andap / Kasamen
Digunakan untuk berbicara kepada teman dekat, keluarga sebaya, atau anak kecil.
Contoh:
- Ia dadi ngorahang yening aku teka enggal (Dia bilang kalau saya datang cepat)
6. Basa Kasar
Merupakan tingkatan bahasa paling rendah dan cenderung tidak sopan. Umumnya dihindari dalam percakapan formal atau kepada orang yang lebih tua.
Contoh Perbedaan Kruna Berdasarkan Tingkatan
| Arti | Alus Singgih | Alus Mider | Andap |
| Makan | Ngunjuk | Ajeng | Ngem |
| Tidur | Mesare | Sirep | Ngorok |
| Pergi | Mapamit | Rauh | Lunga |
| Bicara | Ngaturang | Nunas | Baos |
Contoh Kalimat Berdasarkan Tingkatan
- Singgih: Ida ngidang dados rauh ring pura (Beliau bisa datang ke pura)
- Mider: Ia rauh ring kantor jam 8 (Dia datang ke kantor jam 8)
- Andap: Bli lunga ne ngajeng (Kakak pergi makan)
Kesimpulan
Anggah-ungguhin basa Bali adalah wujud nyata kearifan lokal yang melekat dalam bahasa daerah Bali. Tingkatan bahasa ini memperkaya kosakata dan memberi makna dalam relasi sosial masyarakat. Dengan mempelajarinya, siswa diharapkan mampu mempertahankan nilai-nilai kesopanan dan menjaga jati diri budaya Bali melalui bahasa.